Jumat, 05 Desember 2014

Laporan Praktikum Saponifikasi

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
        Sabun merupakan suatu kebutuhann pokok manusia yang selalu digunakan sehari-hari . Fungsi utamanya adalah membersihkan. Di lingkungan sekitar, banyak macam wujud sabun yang dapat ditemui, baik yang dalam bentuk cair, lunak, krim, maupum yang padat. Kegunaannya pun beragam, ada yang sebagai sabun mandi, sabun cuci tangan, sabun cuci peralatan rumah tangga dan lain sebagainya ( Herbamart, 2011)

        Sabun dibuat dari proses saponifikasi lemak hewan (tallow)  dan dari minyak. Gugus induk lemak disebut fatty acid yang terdiri dari rantai hidrocarbon  panjang (C12 sampai C18) yang berikatan membentuk gugus karboksil. Asam lemak rantai pendek jarang digunakan karena menghasilkan sedikit busa. Reaksi saponifikasi tidak lain adalah hidrolisis basa  suatu ester dengan alkali (NaOH atau KOH). Range atom C di atas mempengaruhi sifat-sifat sabun seperti kelarutan , proses emulsi , dan pembasahan. Sabun murni terdiri dari 95% sabun aktif dan sisanya adalah air, gliserin, garam dan kemurnian lainnya. Semua minyak atau lemak pada dasarnya dapat digunakan untuk membuat sabun. Lemak merupakan campuran ester yang dibuat daari alkohol dan asam karboksilat seperti asam stearat, asam oleat, dan asam palmitat. Lemak padat mengandung ester dari gliserol dan asamm palmitat, sedangkan minyak seperti minyak zaitun mengandung ester dari gliserol asam oleat (Fessenden, 1982)
        Sabun termasuk salah satu jenis surfaktan yang terbuat dari minyak atau lemak alami. Surfaktan mempunyai gugus bipolar. Bagian kepala bersifat hidrofilik dan bagian ekor bersifat hidrofobik. Karena sifat inilah sabun mampu mengangkat kotoran (biasanya lemak) dari badan dan pakaian. Selain itu pada larutan surfaktan akan menggerombol membentuk misel setelah melewati konsentrasi tertentu yang disebut konsentrasi kritik misel. Sabun juga mengandung sekitar 25% gliserin. Gliserin bisa melembabkan dan melembutkan kulit , menyejukkan dan meminyaki sel-sel kulit juga. Oleh karena itu dilakukan percobaan pembuatan sabun dan pengujian terhadap sifat-sifat sabun, sehingga akan didapat sabun yang berkualitas (Levenspiel, 1972)
1.2 Tujuan Percobaan
a.   Membuat dan memahami reaksi penyabunan pada proses pembuatan sabun di labotarorium.
b.   Menjelaskan beberapa sifat sabun berdasarkan percobaan yang dilakukan.
1.3 Manfaat percobaan
Mahasiswa/ praktikan dapat langsung mempraktekkan cara membuat sabun dan mengembangkan kemampuan tersebut di kemudian hari.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sabun
        Sejarah sabun pertama sekali diketahui sejak abad ke 12 dan mulai dikembangkan pada abad ke 17 oleh orang-orang Inggris menggunakan soda abu, pada awalnya orang mengenal bahan pembersih alami yang ada di sekitar tempat tinggal seperti air, lumpur, abu, batu apung, dan lain-lain dengan kemampuan yang tidak maksimal untuk membersihkan kotoran karena hanya bisa menghilangkan kotoran di luar ( Herbamart, 2011)
        Di kalangan masyarakat Indonesia sendiri nenek moyang kita sudah menggunakan sabun alami untuk membersihkan badan dan pakaian menggunakan produk nabati, dari cairan buah klerak, dan sudah dipraktekkan bisa membersihkan kotoran untuk mandi (Herbamart, 2011)
        Sabun merupakan senyawa kimia yang dihasikan dari reaksi lemak atau minyak dengan alkali. Sabun juga merupakan garam-garam monovalen dari asam karboksilat dengan rumus umunya RCOOM, R adalah rantai lurus  (alifatis) panjang dengan jumlah atom C bervariasi, yaitu antara C12 – C18 dan M adalah kation dari kelompok alkali atau ion amonium (Diah Pramushinta , 2011)
        Sabun adalah surfaktan yang digunakan dengan air untuk mencuci dan membersihkan, Sabun biasanya berbentuk padatan tercetak yang disebut batang karena sejarah dan bentuk umumnya. Penggunaan sabun cair juga sudah meluas, terutama pada srana-sarana publik. Jika diterapkan pada suatu permukaan air, sabun secara efektif mengikat partikel dalam suspensi mudah dibawa oleh air bersih. Di negara berkembang, detergen sintetik telah menggantikan sabun sebagai alat bantu mencuci atau membersihkan.
         Banyak sabun merupakan campuran garam natrium atau kalium dari asam lemak yang apat diturunkan dari minyak atau lemak dengan direaksikan dengan alkali (“seperti antrium atau kalium hidroksida) pada suhu 800-100oC melalui suatu proses yang dikenal dengan saponifikasi. Lemak akan terhidrolisis oleh basa , menghasilkan gliserol dan sabun mentah. Secara tradisional , alkalo yang digunakan adalah kalium yang dihasilkan dari pembakaran tumbuhan , atau dari arang kayu. Sabun dapat pula dibuat dari minyak tumbuhan seperti minyak zaitun (Ralph J Fessenden, 1992)
        Sifat-Sifat Sabun
1.   Viskositas
Setelah minyak atau lemak disaponifikasikan dengan alkali, maka akan dihasilkan sabun yang memiliki viskositas yang lebih besar daripada minyak atau alkali . Pada suhu di atas 750C viskositas sabun tidak dapat mengikat secara signifikan, tapi di bawah suhu 750C viskositasnya dapat meningkatkan secara cepat. Viskositas sabun tergantung pada temperatur sabun ddan komposisi minyak atau lemak dicampurkan
2.   Sabun bersifat basa , sabun adalah garam alkali dari asam lemak suku tinggi sehingga akan dihidrolisis parsial oleh aor. Karena itu larutan sabun dalam air bersifat basa

CH3 (CH2)16COONa + H2O CH3(CH2)16COOH + NaOH
3.   Sabun menghasilkan buih atau busa . Jika larutan sabun dalam air diaduk maka akan menghasilkan buih , peristiwa ini tidak akan terjadi pada air sadah. Dalam hal ini sabun dapat menghasilkan buih setelah garam-garam Mg atau Ca dalam air mengendap
CH3(CH2)16COONa + CaSO4 Na2SO4 + Ca(CH3(CH2)16COO)2
4.   Sabun mempunyai sifat membersihkan . Sifat ini disebabkan proses kimia koloid , sabun (garam natrium dari asam lemak) digunakan untuk mencuci kotoran yang bersifat plar maupun non polar, karena sabun mempunyai gugus polar dan non polar. Molekul sabun mempunyai rantai hidrogen CH3(CH2)16 yang bertindak sebagai ekor yang bersifat hidrofobik (tidak suka air) dan larut dalam zat organik sedangkan COONa+ sebagai kepala yang bersifat hidrofilik (suka air) dan larut dalam air.
Proses Penghilangan Kotoran
1)   Sabun di dalam air menghasilkan busa yang akan menurunkan tegangan permukaan sehingga kain menjadi bersih , meresap lebih cepat ke permukaan kain.
2)   Molekul sabun akan mengelilingi kotoran dengan ekornya dan mengikat molekul kotoran. Proses ini disebut emulsifikasi karena antara molekul kotoran dan molekul sabun membentuk emulsi.
3)   Sedangkan bagian kepala molekul sabun di dalam air pada saat pembilasan menarik molekul kotoran keluar dari kain sehingga kain menjadi bersih.
2.2 Saponifikasi
        Saponifikasi adalah reaksi hidrolisis antara basa-basa alkali dengan asam lemak yang akan dihasilkan gliserol dan garam yang disebut sebgai sabun. Asam lemak yang digunakan yaiut asam lemak tak jenuh, karena memiliki paling sedikit satu ikatan ganda antara atom-atom carbon penyusunnya dan bersifat kurang stabil sehingga mudah bereaksi dengan unsur lain. Basa alkali yang digunaka yaitu basa-basa yang menghasilka  garam basa lemah seprti NaOH, KOH, NH4OH, K2CO3 dan lainnya.


2.3 Minyak Atau lemak
        Minyak atau lemak merupakan senyawwa lipid yang memiliki struktur berupa ester gliserol. Pada proses pembuatan sabun , jenis minyak atau lemak yang digunakan adalah minyak nabati atau lemak hewan. Perbedaan antara minyak dan lemak adalah wujud keduanya dalam keadaan ruang. Minyak akan berwujud cair pada temperatur ruang (±280C) , sedangkan minyak akan berwujud padat  (Vii afida, 2011)
        Jumlah minyak atau lemak yang digunakan dalam proses pembuatan sabun harus dibatasi karen a berbagai alasan  seperti kelayakan ekonomi, spesifikasi produk (sabun tidak mudah teroksidasi, mudah berbusa, dan mudah karut ) dan lain-lain.
Jenis –jenis minyak atau lemak yang dapat diguanakan untuk pembuatan sabun antara lain :
a.     Tallow
Tallow adalah lemak sapi atau domba yang dihasilkan oleh industri pengolahan daging sebagai hasil samping. Kualitas dari tallow ditentukan dari warna, titer (temperatur solidifikasi dari asam lemak), kandungan FFA, bilangan saponifikasi, dan bilangan iodin. Tallow dengan kualitas baik biasanya digunakan dalam pembuatan sabun mandi dan tallow dengan kualitas rendah digunakan dalam pembuatan sabun cuci. Oleat dan stearat adalah asam lemak yang paling banyak terdapat dalam tallow. Jumlah FFA dari tallow berkisar antara 0,75-7,0 %. Titer pada tallow umumnya di atas 40°C. Tallow dengan titer di bawah 40°C dikenal dengan nama grease.

b.     Lard
  Lard merupakan minyak babi yang masih banyak mengandung asam lemak tak jenuh seperti oleat (60 ~ 65%) dan asam lemak jenuh seperti stearat (35 ~ 40%). Jika digunakan sebagai pengganti tallow, lard harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu untuk mengurangi ketidakjenuhannya. Sabun yang dihasilkan dari lard berwarna putih dan mudah berbusa.

c.     Palm Oil (minyak kelapa sawit)
Minyak kelapa sawit umumnya digunakan sebagai pengganti tallow. Minyak kelapa sawit dapat diperoleh dari pemasakan buah kelapa sawit. Minyak kelapa sawit berwarna jingga kemerahan karena adanya kandungan zat warna karotenoid sehingga jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun harus dipucatkan terlebih dahulu. Sabun yang terbuat dari 100% minyak kelapa sawit akan bersifat keras dan sulit berbusa. Maka dari itu, jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun, minyak kelapa sawit harus dicampur dengan bahan lainnya.


d.   Coconut Oil (minyak kelapa)

Minyak kelapa merupakan minyak nabati yang sering digunakan dalam industri pembuatan sabun. Minyak kelapa berwarna kuning pucat dan diperoleh melalui ekstraksi daging buah yang dikeringkan (kopra). Minyak kelapa memiliki kandungan asam lemak jenuh yang tinggi, terutama asam laurat, sehingga minyak kelapa tahan terhadap oksidasi yang menimbulkan bau tengik. Minyak kelapa juga memiliki kandungan asam lemak kaproat, kaprilat, dan kaprat

e.   Kernel Oil (minyak inti kelapa sawit)

Minyak inti kelapa sawit diperoleh dari biji kelapa sawit. Minyak inti sawit memiliki kandungan asam lemak yang mirip dengan minyak kelapa sehingga dapat digunakan sebagai pengganti minyak kelapa. Minyak inti sawit memiliki kandungan asam lemak tak jenuh lebih tinggi dan asam lemak rantai pendek lebih rendah, daripada minyak kelapa.

f.       Palm Oil Stearine (minyak sawit stearin)

Minyak sawit stearin adalah minyak yang dihasilkan dari ekstraksi asam-asam lemak dari minyak sawit dengan pelarut aseton dan heksana. Kandungan asam lemak terbesar dalam minyak ini adalah stearin.

g.      Marine Oil

Marine oil berasal dari mamalia laut (paus) dan ikan laut. Marine oil memiliki kandungan asam lemak tak jenuh yang cukup tinggi, sehingga harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai bahan baku.

h.      Castor Oil (minyak jarak)

Minyak ini berasal dari biji pohon jarak dan digunakan untuk membuat sabun transparan.

i.        Olive oil (minyak zaitun)
Minyak zaitun berasal dari ekstraksi buah zaitun. Minyak zaitun dengan kualitas tinggi memiliki warna kekuningan. Sabun yang berasal dari minyak zaitun memiliki sifat yang keras tapi lembut bagi kulit.
j.        Campuran minyak dan lemak

Industri pembuat sabun umumnya membuat sabun yang berasal dari campuran minyak dan lemak yang berbeda. Minyak kelapa sering dicampur dengan tallow karena memiliki sifat yang saling melengkapi. Minyak kelapa memiliki kandungan asam laurat dan miristat yang tinggi dan dapat membuat sabun mudah larut dan berbusa. Kandungan stearat dan palmitat yang tinggi dari tallow akan memperkeras struktur sabun.


Pada praktikum ini yang dipakai adalah minyak goreng yang beredar di pasaran.

2.4 Alkali
     Jenis alkali yang umum digunakan dalam proses saponifikasi adalah NaOH, KOH, Na2CO3, NH4OH, dan ethanolamines. NaOH, atau yang biasa dikenal dengan soda kaustik dalam industri sabun, merupakan alkali yang paling banyak digunakan dalam pembuatan sabun keras. KOH banyak digunakan dalam pembuatan sabun cair karena sifatnya yang mudah larut dalam air. Na2CO3 (abu soda/natrium karbonat) merupakan alkali yang murah dan dapat menyabunkan asam lemak, tetapi tidak dapat menyabunkan trigliserida (minyak atau lemak).
Ethanolamines merupakan golongan senyawa amin alkohol. Senyawa tersebut dapat digunakan untuk membuat sabun dari asam lemak. Sabun yang dihasilkan sangat mudah larut dalam air, mudah berbusa, dan mampu menurunkan kesadahan air.

Sabun yang terbuat dari ethanolamines dan minyak kelapa menunjukkan sifat mudah berbusa tetapi sabun tersebut lebih umum digunakan sebagai sabun industri dan deterjen, bukan sebagai sabun rumah tangga. Pencampuran alkali yang berbeda sering dilakukan oleh industri sabun dengan tujuan untuk mendapatkan sabun dengan keunggulan tertentu.


2.5 Etanol
        Disebut juga etil alkohol, alkohol murni, alkohol absolut, atau alkohol saja. Adalah sejenis cairan yang mudah menguap , udah terbakar tak berwarna dan merupakan alkohol yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari . Senyawa ini merupaka obat psikoaktif dan dapat ditemukan pada minuman beralkoho, dan termometer modern.
        Etanol termasuk ke dalam alkohol rantai tunggal , dengan rumus kimia C2H5OH dan rumus empiris C2H6O . Ia merupakan isomer konstitusional dari dimetil eter . Etanol sering disingkat menjadi EtOH dangan ‘’Et’’ merupakan singkatan dari gugus etil (C2H5).
        Etanol banyak digunakan sebagai pelarut berbagai bahan kimia yang ditujukan untuk konsumsi dan kegunaan manusi . Contohnya adalah parfum , perasa, pewarna makananm dan obat-obatan . Dalam kimia , etanol adalah pelarut yang penting sekaligus stok umpan untuk sintetis senyawa kimia lainnya (Anonim, 1979)
2.6 Bahan Pen dukung
Bahan baku pendukung digunakan untuk membantu proses penyempurnaan sabun hasil saponifikasi (pegendapan sabun dan pengambilan gliserin) sampai sabun menjadi produk yang siap dipasarkan. Bahan-bahan tersebut adalah NaCl (garam) dan bahan-bahan aditif.
a.       NaCl.
NaCl merupakan komponen kunci dalam proses pembuatan sabun. Kandungan NaCl pada produk akhir sangat kecil karena kandungan NaCl yang terlalu tinggi di dalam sabun dapat memperkeras struktur sabun. NaCl yang digunakan umumnya berbentuk air garam (brine) atau padatan (kristal). NaCl digunakan untuk memisahkan produk sabun dan gliserin. Gliserin tidak mengalami pengendapan dalam brine karena kelarutannya yang tinggi, sedangkan sabun akan mengendap. NaCl harus bebas dari besi, kalsium, dan magnesium agar diperoleh sabun yang berkualitas.
b.      Bahan aditif.
Bahan aditif merupakan bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam sabun yang bertujuan untuk mempertinggi kualitas produk sabun sehingga menarik konsumen. Bahan-bahan aditif tersebut antara lain : Builders, Fillers inert, Anti oksidan, Pewarna,dan parfum.
1.      Builders (Bahan Penguat)
Builders digunakan untuk melunakkan air sadah dengan cara mengikat mineral mineral yang terlarut pada air, sehingga bahan bahan lain yang berfungsi untuk mengikat lemak dan membasahi permukaan dapat berkonsentrasi pada fungsi utamanya. Builder juga membantu menciptakan kondisi keasaman yang tepat agar proses pembersihan dapat berlangsung lebih baik serta membantu mendispersikan dan mensuspensikan kotoran yang telah lepas. Yang sering digunakan sebagai builder adalah senyawa senyawa kompleks fosfat, natrium sitrat, natrium karbonat, natrium silikat atau zeolit.
2.      Fillers Inert (Bahan Pengisi)
Bahan ini berfungsi sebagai pengisi dari seluruh campuran bahan baku. Pemberian bahan ini berguna untuk memperbanyak atau memperbesar volume. Keberadaan bahan ini dalam campuran bahan baku sabun semata mata ditinjau dari aspek ekonomis. Pada umumnya, sebagai bahan pengisi sabun digunakan sodium sulfat. Bahan lain yang sering digunakan sebagai bahan pengisi, yaitu tetra sodium pyrophosphate dan sodium sitrat. Bahan pengisi ini berwarna putih, berbentuk bubuk, dan mudah larut dalam air.
3.      Pewarna
Bahan ini berfungsi untuk memberikan warna kepada sabun. Ini ditujukan agar memberikan efek yang menarik bagi konsumen untuk mencoba sabun ataupun membeli sabun dengan warna yang menarik. Biasanya warna-warna sabun itu terdiri dari warna merah, putih, hijau maupun orange.
4.      Parfum
Parfum termasuk bahan pendukung. Keberadaaan parfum memegang peranan besar dalam hal keterkaitan konsumen akan produk sabun. Artinya, walaupun secara kualitas sabun yang ditawarkan bagus, tetapi bila salah memberi parfum akan berakibat fatal dalam penjualannya. Parfum untuk sabun berbentuk cairan berwarna kekuning kuningan dengan berat jenis 0,9. Dalam perhitungan, berat parfum dalam gram (g) dapat dikonversikan ke mililiter. Sebagai patokan 1 g parfum = 1,1ml. Pada dasarnya, jenis parfum untuk sabun dapat dibagi ke dalam dua jenis, yaitu parfum umum dan parfum ekslusif. Parfum umum mempunyai aroma yang sudah dikenal umum di masyarakat seperti aroma mawar dan aroma kenanga. Pada umumnya, produsen sabun menggunakan jenis parfum yang ekslusif. Artinya, aroma dari parfum tersebut sangat khas dan tidak ada produsen lain yang menggunakannya. Kekhasan parfum ekslusif ini diimbangi dengan harganya yang lebih mahal dari jenis parfum umum. Beberapa nama parfum yang digunakan dalam pembuatan sabun diantaranya bouquct deep water, alpine, dan spring flower.

2.7 Perbedaan Sabun dan Detergen
        Beda sabun dengan detergen yaitu detergen tidak terbuat dari garam karboksilat sementara sabun terbuat dari garam karboksilat . Detergen terbuat dari bahan-bahan yang sukar diuraikan mikroorganesme sementara sabun dapat diuraikan oleh mikroorganesme (Diah Pramushinta, 2011)

PEMBAHASAN

        Reaksi saponifikasi adalah suatu reaksi yang  melibatkan lemak atau  inyak dengan suatu alkali yang akan menghasilkan sabun dan gliserol. Pada percobaan ini minyak yang digunakan adalah minyak goreng yang beredar di pasaran. Pertama sekali ditimbang 20 gram pellet NaOH dan ditambahkan etanol 96% sebanyak 75ml yang berfungsi untuk melarutkan NaOH. Kemudian ditambahkan minyak goreng 80 gram dan direfluks pada suhu 78oC selama 30 menit untuk menyempurnakan reaksi antara minyak dan alkali. Selanjutnya didestilasi sehingga diperoleh endapannya saja. Endapan / residu ini kemudian aqua panas sebnayak 100ml sehingga mencair. Larutan ini kemudian ditambahkan larutan NaCl jenuh yang merupakan komponen kunci dalam proses pembuatan sabun>. Kandungan NaCl pada produk akhir sangat kecil karena kandungan NaCl yang terlalu tinggi di dalam sabun dapat memperkeras strukutr sabun. NaCl umumnya digunakan dalam bentuk larutan . NaCl digunakan untuk memisahkan produk sabun dan gliserin. Gliserin tidak mengalami pengendapan dalam brine (larutan ) karena kelarutannya yang tinggi , sedangkan sabun akan mengendap. NaCl harus bebas dari besi, kalsium dan magnesium agar diperoleh sabun yang berkualitas.
        Larutan yang telah ditambahkan NaCl akan terpisah antara lapisan sabun dengan lapisan gliserol. Diambil lapisan sabun dengan cara penyaringan, dan ditampung gliserolnya. Lapisan sabun diambil dan diuapkan sebentar kemudian ditambahkan parfum. Sabun siap dicetak. Setelah kering ditimbang dan diperoleh sabun berwarna cream dengan berat 31,92 gram.

KESIMPULAN
1) Cara dasar pembuatan sabun adalah adalah dengan memanaskan campuran antara lemak atau minyak dengan alkali
2) Sabun memiliki dua ujung, salah satu ujungnya sangat suka air (larut dalam air) sedangkan satu ujungnya lagi sangat larut dalam lemak
3) Sabun tidak bekerja pada asir sadah, karena tidak terdapat busa dan membentuk endapan garamnya
4) Sabun bersifat basa , hal ini dibuktikan melalui penmabhan phenoftalein ke dalam larutan akan menghasilkan warna ungu.




DAFTAR PUSTAKA
Fessenden dan Fessenden. 1982. Kimia Organik Jilid 1. Jakarta : Erlangga
Herbamart, 2011. Sejarah Sabun.
Luthana, Yissa. 2010. Bahan – Bahan Pembuatan Sabun .http://yissaprayogo.wordpresscom/2010/05/07/bahan-bahan-pembuatan-sabun/.Diakses tanggal 12 November 2014.
Pramushinta, Diah. 2012. Pembuatan Sabun. http://PembuatanSabun_inuyashaku’s Blog.html. Diakses tanggal 12 November 2014.

4 komentar: