BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Sabun merupakan suatu kebutuhann pokok
manusia yang selalu digunakan sehari-hari . Fungsi utamanya adalah membersihkan.
Di lingkungan sekitar, banyak macam wujud sabun yang dapat ditemui, baik yang
dalam bentuk cair, lunak, krim, maupum yang padat. Kegunaannya pun beragam, ada
yang sebagai sabun mandi, sabun cuci tangan, sabun cuci peralatan rumah tangga
dan lain sebagainya ( Herbamart, 2011)
Sabun dibuat dari proses saponifikasi
lemak hewan (tallow) dan dari minyak. Gugus induk lemak disebut fatty acid yang terdiri dari rantai
hidrocarbon panjang (C12 sampai C18)
yang berikatan membentuk gugus karboksil. Asam lemak rantai pendek jarang
digunakan karena menghasilkan sedikit busa. Reaksi saponifikasi tidak lain
adalah hidrolisis basa suatu ester
dengan alkali (NaOH atau KOH). Range atom C di atas mempengaruhi sifat-sifat
sabun seperti kelarutan , proses emulsi , dan pembasahan. Sabun murni terdiri
dari 95% sabun aktif dan sisanya adalah air, gliserin, garam dan kemurnian
lainnya. Semua minyak atau lemak pada dasarnya dapat digunakan untuk membuat
sabun. Lemak merupakan campuran ester yang dibuat daari alkohol dan asam
karboksilat seperti asam stearat, asam oleat, dan asam palmitat. Lemak padat
mengandung ester dari gliserol dan asamm palmitat, sedangkan minyak seperti
minyak zaitun mengandung ester dari gliserol asam oleat (Fessenden, 1982)
Sabun termasuk salah satu jenis
surfaktan yang terbuat dari minyak atau lemak alami. Surfaktan mempunyai gugus
bipolar. Bagian kepala bersifat hidrofilik dan bagian ekor bersifat hidrofobik.
Karena sifat inilah sabun mampu mengangkat kotoran (biasanya lemak) dari badan
dan pakaian. Selain itu pada larutan surfaktan akan menggerombol membentuk
misel setelah melewati konsentrasi tertentu yang disebut konsentrasi kritik
misel. Sabun juga mengandung sekitar 25% gliserin. Gliserin bisa melembabkan
dan melembutkan kulit , menyejukkan dan meminyaki sel-sel kulit juga. Oleh
karena itu dilakukan percobaan pembuatan sabun dan pengujian terhadap sifat-sifat
sabun, sehingga akan didapat sabun yang berkualitas (Levenspiel, 1972)
1.2
Tujuan Percobaan
a.
Membuat dan memahami reaksi penyabunan pada
proses pembuatan sabun di labotarorium.
b.
Menjelaskan beberapa sifat sabun
berdasarkan percobaan yang dilakukan.
1.3
Manfaat percobaan
Mahasiswa/
praktikan dapat langsung mempraktekkan cara membuat sabun dan mengembangkan
kemampuan tersebut di kemudian hari.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
Sabun
Sejarah sabun pertama sekali diketahui sejak
abad ke 12 dan mulai dikembangkan pada abad ke 17 oleh orang-orang Inggris
menggunakan soda abu, pada awalnya orang mengenal bahan pembersih alami yang
ada di sekitar tempat tinggal seperti air, lumpur, abu, batu apung, dan
lain-lain dengan kemampuan yang tidak maksimal untuk membersihkan kotoran
karena hanya bisa menghilangkan kotoran di luar ( Herbamart, 2011)
Di kalangan masyarakat Indonesia sendiri
nenek moyang kita sudah menggunakan sabun alami untuk membersihkan badan dan
pakaian menggunakan produk nabati, dari cairan buah klerak, dan sudah
dipraktekkan bisa membersihkan kotoran untuk mandi (Herbamart, 2011)
Sabun merupakan senyawa kimia yang
dihasikan dari reaksi lemak atau minyak dengan alkali. Sabun juga merupakan
garam-garam monovalen dari asam karboksilat dengan rumus umunya RCOOM, R adalah
rantai lurus (alifatis) panjang dengan
jumlah atom C bervariasi, yaitu antara C12 – C18 dan M adalah kation dari
kelompok alkali atau ion amonium (Diah Pramushinta , 2011)
Sabun adalah surfaktan yang digunakan
dengan air untuk mencuci dan membersihkan, Sabun biasanya berbentuk padatan
tercetak yang disebut batang karena sejarah dan bentuk umumnya. Penggunaan
sabun cair juga sudah meluas, terutama pada srana-sarana publik. Jika
diterapkan pada suatu permukaan air, sabun secara efektif mengikat partikel
dalam suspensi mudah dibawa oleh air bersih. Di negara berkembang, detergen
sintetik telah menggantikan sabun sebagai alat bantu mencuci atau membersihkan.
Banyak sabun merupakan campuran garam natrium
atau kalium dari asam lemak yang apat diturunkan dari minyak atau lemak dengan
direaksikan dengan alkali (“seperti antrium atau kalium hidroksida) pada suhu
800-100oC melalui suatu proses yang dikenal dengan
saponifikasi. Lemak akan terhidrolisis oleh basa , menghasilkan gliserol dan
sabun mentah. Secara tradisional , alkalo yang digunakan adalah kalium yang
dihasilkan dari pembakaran tumbuhan , atau dari arang kayu. Sabun dapat pula
dibuat dari minyak tumbuhan seperti minyak zaitun (Ralph J Fessenden, 1992)
Sifat-Sifat Sabun
1.
Viskositas
Setelah
minyak atau lemak disaponifikasikan dengan alkali, maka akan dihasilkan sabun
yang memiliki viskositas yang lebih besar daripada minyak atau alkali . Pada
suhu di atas 750C viskositas sabun tidak dapat mengikat secara
signifikan, tapi di bawah suhu 750C viskositasnya dapat meningkatkan
secara cepat. Viskositas sabun tergantung pada temperatur sabun ddan komposisi
minyak atau lemak dicampurkan
2.
Sabun bersifat basa , sabun adalah garam
alkali dari asam lemak suku tinggi sehingga akan dihidrolisis parsial oleh aor.
Karena itu larutan sabun dalam air bersifat basa
CH3
(CH2)16COONa + H2O →CH3(CH2)16COOH
+ NaOH
3.
Sabun menghasilkan buih atau busa . Jika
larutan sabun dalam air diaduk maka akan menghasilkan buih , peristiwa ini tidak
akan terjadi pada air sadah. Dalam hal ini sabun dapat menghasilkan buih
setelah garam-garam Mg atau Ca dalam air mengendap
CH3(CH2)16COONa
+ CaSO4 → Na2SO4
+ Ca(CH3(CH2)16COO)2
4.
Sabun mempunyai sifat membersihkan . Sifat
ini disebabkan proses kimia koloid , sabun (garam natrium dari asam lemak)
digunakan untuk mencuci kotoran yang bersifat plar maupun non polar, karena
sabun mempunyai gugus polar dan non polar. Molekul sabun mempunyai rantai
hidrogen CH3(CH2)16 yang bertindak sebagai
ekor yang bersifat hidrofobik (tidak suka air) dan larut dalam zat organik
sedangkan COONa+ sebagai kepala yang bersifat hidrofilik (suka air)
dan larut dalam air.
Proses
Penghilangan Kotoran
1)
Sabun di dalam air menghasilkan busa yang
akan menurunkan tegangan permukaan sehingga kain menjadi bersih , meresap lebih
cepat ke permukaan kain.
2)
Molekul sabun akan mengelilingi kotoran
dengan ekornya dan mengikat molekul kotoran. Proses ini disebut emulsifikasi
karena antara molekul kotoran dan molekul sabun membentuk emulsi.
3)
Sedangkan bagian kepala molekul sabun di
dalam air pada saat pembilasan menarik molekul kotoran keluar dari kain
sehingga kain menjadi bersih.
2.2
Saponifikasi
Saponifikasi adalah reaksi hidrolisis
antara basa-basa alkali dengan asam lemak yang akan dihasilkan gliserol dan
garam yang disebut sebgai sabun. Asam lemak yang digunakan yaiut asam lemak tak
jenuh, karena memiliki paling sedikit satu ikatan ganda antara atom-atom carbon
penyusunnya dan bersifat kurang stabil sehingga mudah bereaksi dengan unsur
lain. Basa alkali yang digunaka yaitu basa-basa yang menghasilka garam basa lemah seprti NaOH, KOH, NH4OH,
K2CO3 dan lainnya.
2.3
Minyak Atau lemak
Minyak atau lemak merupakan senyawwa
lipid yang memiliki struktur berupa ester gliserol. Pada proses pembuatan sabun
, jenis minyak atau lemak yang digunakan adalah minyak nabati atau lemak hewan.
Perbedaan antara minyak dan lemak adalah wujud keduanya dalam keadaan ruang.
Minyak akan berwujud cair pada temperatur ruang (±280C) , sedangkan
minyak akan berwujud padat (Vii afida,
2011)
Jumlah minyak atau lemak yang digunakan
dalam proses pembuatan sabun harus dibatasi karen a berbagai alasan seperti kelayakan ekonomi, spesifikasi produk
(sabun tidak mudah teroksidasi, mudah berbusa, dan mudah karut ) dan lain-lain.
Jenis
–jenis minyak atau lemak yang dapat diguanakan untuk pembuatan sabun antara
lain :
a.
Tallow
Tallow
adalah lemak sapi atau domba yang dihasilkan oleh industri pengolahan daging
sebagai hasil samping. Kualitas dari tallow ditentukan dari warna, titer (temperatur
solidifikasi dari asam lemak), kandungan FFA, bilangan saponifikasi, dan
bilangan iodin. Tallow dengan kualitas baik biasanya digunakan dalam pembuatan
sabun mandi dan tallow dengan kualitas rendah digunakan dalam pembuatan sabun
cuci. Oleat dan stearat adalah asam lemak yang paling banyak terdapat dalam
tallow. Jumlah FFA dari tallow berkisar antara 0,75-7,0 %. Titer pada tallow
umumnya di atas 40°C. Tallow dengan titer di bawah 40°C dikenal dengan nama
grease.
b.
Lard
Lard
merupakan minyak babi yang masih banyak mengandung asam lemak tak jenuh seperti
oleat (60 ~ 65%) dan asam lemak jenuh seperti stearat (35 ~ 40%). Jika
digunakan sebagai pengganti tallow, lard harus dihidrogenasi parsial terlebih
dahulu untuk mengurangi ketidakjenuhannya. Sabun yang dihasilkan dari lard
berwarna putih dan mudah berbusa.
c.
Palm Oil
(minyak kelapa sawit)
Minyak kelapa sawit umumnya digunakan sebagai
pengganti tallow. Minyak kelapa sawit dapat diperoleh dari pemasakan buah
kelapa sawit. Minyak kelapa sawit berwarna jingga kemerahan karena adanya
kandungan zat warna karotenoid sehingga jika akan digunakan sebagai bahan baku
pembuatan sabun harus dipucatkan terlebih dahulu. Sabun yang terbuat dari 100%
minyak kelapa sawit akan bersifat keras dan sulit berbusa. Maka dari itu, jika
akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun, minyak kelapa sawit harus
dicampur dengan bahan lainnya.
d.
Coconut Oil
(minyak kelapa)
Minyak kelapa merupakan minyak
nabati yang sering digunakan dalam industri pembuatan sabun. Minyak kelapa
berwarna kuning pucat dan diperoleh melalui ekstraksi daging buah yang
dikeringkan (kopra). Minyak kelapa memiliki kandungan asam lemak jenuh yang
tinggi, terutama asam laurat, sehingga minyak kelapa tahan terhadap oksidasi
yang menimbulkan bau tengik. Minyak kelapa juga memiliki kandungan asam lemak
kaproat, kaprilat, dan kaprat
e.
Kernel Oil
(minyak inti kelapa sawit)
Minyak inti kelapa sawit diperoleh
dari biji kelapa sawit. Minyak inti sawit memiliki kandungan asam lemak yang
mirip dengan minyak kelapa sehingga dapat digunakan sebagai pengganti minyak
kelapa. Minyak inti sawit memiliki kandungan asam lemak tak jenuh lebih tinggi
dan asam lemak rantai pendek lebih rendah, daripada minyak kelapa.
f. Palm Oil Stearine (minyak sawit
stearin)
Minyak sawit stearin adalah minyak
yang dihasilkan dari ekstraksi asam-asam lemak dari minyak sawit dengan pelarut
aseton dan heksana. Kandungan asam lemak terbesar dalam minyak ini adalah
stearin.
g. Marine
Oil
Marine oil berasal dari mamalia laut
(paus) dan ikan laut. Marine oil memiliki kandungan asam lemak tak jenuh yang
cukup tinggi, sehingga harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu sebelum
digunakan sebagai bahan baku.
h.
Castor Oil (minyak jarak)
Minyak ini berasal dari biji pohon
jarak dan digunakan untuk membuat sabun transparan.
i.
Olive oil (minyak zaitun)
Minyak zaitun berasal dari ekstraksi
buah zaitun. Minyak zaitun dengan kualitas tinggi memiliki warna kekuningan. Sabun
yang berasal dari minyak zaitun memiliki sifat yang keras tapi lembut bagi
kulit.
j. Campuran
minyak dan lemak
Industri pembuat sabun umumnya
membuat sabun yang berasal dari campuran minyak dan lemak yang berbeda. Minyak
kelapa sering dicampur dengan tallow karena memiliki sifat yang saling
melengkapi. Minyak kelapa memiliki kandungan asam laurat dan miristat yang
tinggi dan dapat membuat sabun mudah larut dan berbusa. Kandungan stearat dan
palmitat yang tinggi dari tallow akan memperkeras struktur sabun.
Pada
praktikum ini yang dipakai adalah minyak goreng yang beredar di pasaran.
2.4
Alkali
Jenis alkali yang umum digunakan dalam proses saponifikasi adalah NaOH,
KOH, Na2CO3, NH4OH, dan ethanolamines. NaOH, atau yang biasa dikenal dengan
soda kaustik dalam industri sabun, merupakan alkali yang paling banyak
digunakan dalam pembuatan sabun keras. KOH banyak digunakan dalam pembuatan
sabun cair karena sifatnya yang mudah larut dalam air. Na2CO3 (abu soda/natrium
karbonat) merupakan alkali yang murah dan dapat menyabunkan asam lemak, tetapi
tidak dapat menyabunkan trigliserida (minyak atau lemak).
Ethanolamines merupakan golongan senyawa amin alkohol. Senyawa tersebut
dapat digunakan untuk membuat sabun dari asam lemak. Sabun yang dihasilkan
sangat mudah larut dalam air, mudah berbusa, dan mampu menurunkan kesadahan
air.
Sabun yang terbuat dari ethanolamines dan minyak kelapa menunjukkan sifat
mudah berbusa tetapi sabun tersebut lebih umum digunakan sebagai sabun industri
dan deterjen, bukan sebagai sabun rumah tangga. Pencampuran alkali yang berbeda
sering dilakukan oleh industri sabun dengan tujuan untuk mendapatkan sabun
dengan keunggulan tertentu.
2.5 Etanol
Disebut juga etil alkohol, alkohol
murni, alkohol absolut, atau alkohol saja. Adalah sejenis cairan yang mudah
menguap , udah terbakar tak berwarna dan merupakan alkohol yang sering
digunakan dalam kehidupan sehari-hari . Senyawa ini merupaka obat psikoaktif
dan dapat ditemukan pada minuman beralkoho, dan termometer modern.
Etanol termasuk ke dalam alkohol rantai
tunggal , dengan rumus kimia C2H5OH dan rumus empiris C2H6O
. Ia merupakan isomer konstitusional dari dimetil eter . Etanol sering
disingkat menjadi EtOH dangan ‘’Et’’ merupakan singkatan dari gugus etil (C2H5).
Etanol banyak digunakan sebagai pelarut
berbagai bahan kimia yang ditujukan untuk konsumsi dan kegunaan manusi .
Contohnya adalah parfum , perasa, pewarna makananm dan obat-obatan . Dalam
kimia , etanol adalah pelarut yang penting sekaligus stok umpan untuk sintetis
senyawa kimia lainnya (Anonim, 1979)
2.6
Bahan Pen dukung
Bahan baku pendukung digunakan untuk membantu proses penyempurnaan sabun
hasil saponifikasi (pegendapan sabun dan pengambilan gliserin) sampai sabun
menjadi produk yang siap dipasarkan. Bahan-bahan tersebut adalah NaCl (garam)
dan bahan-bahan aditif.
a. NaCl.
NaCl merupakan
komponen kunci dalam proses pembuatan sabun. Kandungan NaCl pada produk akhir
sangat kecil karena kandungan NaCl yang terlalu tinggi di dalam sabun dapat
memperkeras struktur sabun. NaCl yang digunakan umumnya berbentuk air garam
(brine) atau padatan (kristal). NaCl digunakan untuk memisahkan produk sabun
dan gliserin. Gliserin tidak mengalami pengendapan dalam brine karena
kelarutannya yang tinggi, sedangkan sabun akan mengendap. NaCl harus bebas dari
besi, kalsium, dan magnesium agar diperoleh sabun yang berkualitas.
b. Bahan aditif.
Bahan aditif
merupakan bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam sabun yang bertujuan untuk
mempertinggi kualitas produk sabun sehingga menarik konsumen. Bahan-bahan
aditif tersebut antara lain : Builders, Fillers inert, Anti oksidan,
Pewarna,dan parfum.
1. Builders (Bahan Penguat)
Builders
digunakan untuk melunakkan air sadah dengan cara mengikat mineral mineral yang
terlarut pada air, sehingga bahan bahan lain yang berfungsi untuk mengikat
lemak dan membasahi permukaan dapat berkonsentrasi pada fungsi utamanya.
Builder juga membantu menciptakan kondisi keasaman yang tepat agar proses
pembersihan dapat berlangsung lebih baik serta membantu mendispersikan dan
mensuspensikan kotoran yang telah lepas. Yang sering digunakan sebagai builder
adalah senyawa senyawa kompleks fosfat, natrium sitrat, natrium karbonat,
natrium silikat atau zeolit.
2. Fillers Inert (Bahan Pengisi)
Bahan ini
berfungsi sebagai pengisi dari seluruh campuran bahan baku. Pemberian bahan ini
berguna untuk memperbanyak atau memperbesar volume. Keberadaan bahan ini dalam
campuran bahan baku sabun semata mata ditinjau dari aspek ekonomis. Pada
umumnya, sebagai bahan pengisi sabun digunakan sodium sulfat. Bahan lain yang
sering digunakan sebagai bahan pengisi, yaitu tetra sodium pyrophosphate dan
sodium sitrat. Bahan pengisi ini berwarna putih, berbentuk bubuk, dan mudah
larut dalam air.
3. Pewarna
Bahan ini
berfungsi untuk memberikan warna kepada sabun. Ini ditujukan agar memberikan
efek yang menarik bagi konsumen untuk mencoba sabun ataupun membeli sabun
dengan warna yang menarik. Biasanya warna-warna sabun itu terdiri dari warna
merah, putih, hijau maupun orange.
4. Parfum
Parfum termasuk
bahan pendukung. Keberadaaan parfum memegang peranan besar dalam hal
keterkaitan konsumen akan produk sabun. Artinya, walaupun secara kualitas sabun
yang ditawarkan bagus, tetapi bila salah memberi parfum akan berakibat fatal
dalam penjualannya. Parfum untuk sabun berbentuk cairan berwarna kekuning
kuningan dengan berat jenis 0,9. Dalam perhitungan, berat parfum dalam gram (g)
dapat dikonversikan ke mililiter. Sebagai patokan 1 g parfum = 1,1ml. Pada
dasarnya, jenis parfum untuk sabun dapat dibagi ke dalam dua jenis, yaitu
parfum umum dan parfum ekslusif. Parfum umum mempunyai aroma yang sudah dikenal
umum di masyarakat seperti aroma mawar dan aroma kenanga. Pada umumnya,
produsen sabun menggunakan jenis parfum yang ekslusif. Artinya, aroma dari
parfum tersebut sangat khas dan tidak ada produsen lain yang menggunakannya.
Kekhasan parfum ekslusif ini diimbangi dengan harganya yang lebih mahal dari
jenis parfum umum. Beberapa nama parfum yang digunakan dalam pembuatan sabun
diantaranya bouquct deep water, alpine, dan spring flower.
2.7
Perbedaan Sabun dan Detergen
Beda sabun dengan detergen yaitu
detergen tidak terbuat dari garam karboksilat sementara sabun terbuat dari
garam karboksilat . Detergen terbuat dari bahan-bahan yang sukar diuraikan
mikroorganesme sementara sabun dapat diuraikan oleh mikroorganesme (Diah
Pramushinta, 2011)
PEMBAHASAN
Reaksi saponifikasi adalah suatu reaksi
yang melibatkan lemak atau inyak dengan suatu alkali yang akan
menghasilkan sabun dan gliserol. Pada percobaan ini minyak yang digunakan
adalah minyak goreng yang beredar di pasaran. Pertama sekali ditimbang 20 gram
pellet NaOH dan ditambahkan etanol 96% sebanyak 75ml yang berfungsi untuk
melarutkan NaOH. Kemudian ditambahkan minyak goreng 80 gram dan direfluks pada
suhu 78oC selama 30 menit untuk menyempurnakan reaksi antara minyak
dan alkali. Selanjutnya didestilasi sehingga diperoleh endapannya saja. Endapan
/ residu ini kemudian aqua panas sebnayak 100ml sehingga mencair. Larutan ini
kemudian ditambahkan larutan NaCl jenuh yang merupakan komponen kunci dalam proses
pembuatan sabun>. Kandungan NaCl pada produk akhir sangat kecil karena
kandungan NaCl yang terlalu tinggi di dalam sabun dapat memperkeras strukutr
sabun. NaCl umumnya digunakan dalam bentuk larutan . NaCl digunakan untuk
memisahkan produk sabun dan gliserin. Gliserin tidak mengalami pengendapan
dalam brine (larutan ) karena kelarutannya yang tinggi , sedangkan sabun akan
mengendap. NaCl harus bebas dari besi, kalsium dan magnesium agar diperoleh
sabun yang berkualitas.
Larutan yang telah ditambahkan NaCl akan
terpisah antara lapisan sabun dengan lapisan gliserol. Diambil lapisan sabun
dengan cara penyaringan, dan ditampung gliserolnya. Lapisan sabun diambil dan
diuapkan sebentar kemudian ditambahkan parfum. Sabun siap dicetak. Setelah
kering ditimbang dan diperoleh sabun berwarna cream dengan berat 31,92 gram.
KESIMPULAN
1) Cara
dasar pembuatan sabun adalah adalah dengan memanaskan campuran antara lemak
atau minyak dengan alkali
2) Sabun
memiliki dua ujung, salah satu ujungnya sangat suka air (larut dalam air)
sedangkan satu ujungnya lagi sangat larut dalam lemak
3) Sabun
tidak bekerja pada asir sadah, karena tidak terdapat busa dan membentuk endapan
garamnya
4) Sabun
bersifat basa , hal ini dibuktikan melalui penmabhan phenoftalein ke dalam
larutan akan menghasilkan warna ungu.
DAFTAR PUSTAKA
Fessenden
dan Fessenden. 1982. Kimia Organik Jilid 1. Jakarta : Erlangga
Herbamart,
2011. Sejarah Sabun.
Luthana,
Yissa. 2010. Bahan – Bahan Pembuatan Sabun .http://yissaprayogo.wordpresscom/2010/05/07/bahan-bahan-pembuatan-sabun/.Diakses
tanggal 12 November 2014.
Pramushinta,
Diah. 2012. Pembuatan Sabun. http://PembuatanSabun_inuyashaku’s
Blog.html. Diakses tanggal 12 November 2014.
terima kasih, sangat membantu
BalasHapusMakasih;)
BalasHapusMakasih;)
BalasHapussifat dari minyak tersebut bagaimana dan tanda kerusakan minyak itu bagaimana terjadi?
BalasHapusterima kasih